Pelanggaran Rahasia Dagang

 Pencipta informasi akan perlu memperlihatkan bahwa penerima menggunakan konsep atau informasi tanpa ijin dari si pencipta. Ada dua bentuk penggunaan tanpa ijin :[39]

a. Di mana pencipta informasi tidak memberikan izin kepada pengguna sama sekali

b.Di mana pencipta informasi mengizinkan penerima menggunakan informasi untuk tujuan tertentu, tetapi si penerima informasi telah menggunakan informasi itu untuk tujuan lain dicakupan izin yang diberikan.

   Perbuatan memperoleh informasi rahasia dagang secara tidak sah adalah salah satu bentuk “business torts”. Business torts adalah suatu perbuatan melawan hukum di bidang bisnis, yaitu perbuatan-perbuatan tidak terpuji dari para pengusaha yang merupakan pelanggaran terhadap hak-hak perusahaan lain.[40]

     Pelanggaran kontrak, pelanggaran kepercayaan, usaha-usaha untuk menggoda orang melakukan pelanggaran daripada kontrak dan diperolehnya rahasia dagang oleh pihak ketiga yang mengetahui atau lalai karena sepatutnya mengetahui, bahwa praktek semacam ini dipergunakan dalam memperoleh informasi rahasia bersangkutan itu.

Dengan lain perkataan, ini adalah rangkaian perbuatan-perbuatan yang dapat sebagai tidak wajar dan tidak senonoh dalam pergaulan perdagangan yang baik.[41]

     Pelanggaran Rahasia Dagang juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kepesapakatan, atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang yang bersangkutan.

     Seseorang dianggap melanggar rahasia dagang pihak lain jika ia memperoleh atau menguasai rahasia dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Suatu perbuatan tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran rahasia dagang jika tindakan mengungkapkan rahasia dagang atau penggunaan pertahanan Keamanan, Kesehatan atau keselamatan masyarakat; serta tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan rahasia dagang milik orang lain yang dilakukan dengan semata-mata untuk kepentingan pengembanganlebih lanjut produk yang bersangkutan.[42]

J.  Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang

Secara garis besar penyelesaian sengketa rahasia dagang dapat diselesaikan dengan cara sebagai berikut :

1.  Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

   Menurut pasal 11 Undang-Undang Rahasia Dagang pemegang hak rahasia dagang atau penerima lisensi dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran rahasia dagang untuk melakukan :

a. Gugatan ganti rugi

   Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, tanggal 5 Maret 1975 No. 1078 K/Sip/1975 dan Mahkamah Agung RI tanggal 17 Oktober 1973 No.325 K/Sip/1973, gugatan ganti rugi harus dirinci secara jelas. Dan apabila gugatan ganti rugi tersebut tidak dirinci secara jelas maka haruslah ditolak seluruhnya atau dinyatakan tidak diterima.[43] Pengadilan dapat memutuskan bahwa tergugat yang menyalahgunakan informasi rahasia penggugat harus member ganti rugi kepada penggugat atas kerugian yang dialaminya. Seringkali sangat sulit menghitung kerugian komersial secara akurat yang dialami penggugat sebagai akibat penyalahgunaan informasi. Perhitungan jumlah      ganti rugi yang layak sering akan melibatkan bukti-bukti sebagai berikut :

Jumlah uang yang dikeluarkan penggugat dalam menghasilkan informasi. Jumlah uang yang dapat diminta penggugat dari tergugat untuk tujuan yang sama dengan tindakan tergugat. Memerlukan saksi ahli dari seorang akuntan atau konsultan ekonomi yang mengenal pasar yang menjadi tujuan untuk menjelaskan harga yang biasanya dapat diminta bagi penggunaan informasi tersebut. Laba yang tidak diperoleh penggugat sebagai akibat tindakan tergugat. Ini sulit untuk ditentukan secara pasti. Akan tetapi, kalau pencipta informasi atau konsep berusaha menggunakan informasi atau konsep untuk meraihkontrak bernilai dengan pihak lain, kemudian tergugat menyalahgunakan informasi atau konsep rahasia untuk meraih kontrak yang sama, jelas terlihat pencipta informasi mengalami kerugian yang sama dengan nilai kontrak. Dalam konteks ini, kerugian yang mungkin dialami mudah dihitung.[44]

b. Penghentian semua perbuatan berkaitan dengan pemanfaatan tanpa hak

   Bila terbukti terjadi pelanggaran rahasia dagang hukuman selain adanya ganti rugi ada sanksi lain yaitu penghentian semua perbuatan berkaitan dengan usaha yang terkait dengan cara perolehan rahasia dagang yang dengan cara memanfaatkan tanpa hak. Yaitu apabila seseorang mengambil rahasia dagang dari perusahaan lain kemudian mendirikan usaha baru sejenis dengan memanfaatkan rahasia dagang yang didapat dari perusahaan lain maka bisa saja terjadi sanksi yang demikian.

   Sedangkan untuk prosesnya diajukan ke Pengadilan Negeri. Sanksi pidana ysng bersifat alternatif dan kumulatif dicantumkan dengan harapan agar pelaksanaan UU Rahasia Dagang ini dapat berjalan baik dan memberikan pilihan bagi hakim agar dapat memberikan putusan yang adil. UU ini juga memberikan kesempatan bagi korban atau pelapor untuk mengajukan gugatan perdata untuk mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran yang dilakukan tergugat atau terpidana jika perkara pidana itu telah berkekuatan hukum tetap. Dengan sanksi dan adanya hak menggugat itu kita dapat berharap pelaksanaan undang-undang ini dapat berjalan  efisien dan efektif. Di samping itu, UU juga dapat memberikan kesempatan bagi pelapor atau korban untuk menentukan pilihan penegakan hukum apakah melalui jalur perdata ataukah pidana.[45]

   Apabila seseorang terbukti melakukan Pelanggaran Rahasia Dagang seseorang dengan cara sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang yang bersangkutan atau apabila ia memperoleh atau menguasai suatu rahasia dagang dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 Delik dalam Tindak Pidana Rahasia Dagang adalah merupakan delik aduan. Sehingga, bila terjadi perdamaian antara pelaku dan korban, pelaporan atau pengaduan itu dapat dibatalkan atau ditarik dari kepolisian. Bahwa dalam delik aduan, pengaduan dapat dibatalkan dan ditarik kembali sepanjang sudah ada perdamaian.[46]

   Tindak pidana terhadap pelanggaran hak atas rahasia dagang merupakan delik aduan  dan bukan delik biasa. Penyidikan hanya dapat dilakukan bila ada pengaduan dari yang berhak, yakni pemegang hak atau penerima hak. Ada banyak perdebatan di kalangan ahli hukum tentang penempatan delik atas tindak pidana terhadap hak atas rahasia dagang ( termasuk juga hak atas kekayaan intelektual lainnya, kecuali hak cipta ) antara lain ada pendapat yang mengatakan karena hak atas rahasia dagang itu adalah merupakan hak privat sseorang. Jadi apabila ada pelanggaran atas hak tersebut maka yang dirugikan hanya si pemilik hak, jadi tidak merugikan kepentingan umum. Padahal tidak ada bedanya seseorang yang melakukan pencurian atas barang yang dimiliki oleh orang lain, justru dalam KUH Pidana Indonesia ditempatkan sebagai delik biasa.[47]

   Sedangkan untuk penyidikan selain penyidik pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan departemen yang lingkup tudas dan tanggung jawabnya meliputi Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang;

   Bukti biasanya diperlukan untuk membuktikan cara yang tepat bagaimana informasi rahasia  telah disalahgunakan. Setelah terbukti informasi tersebut bersifat rahasia dan bahwa informasi itu diberikan atau diperoleh tergugat, penggunaan informasi sulit dibuktikan secara langsung, tetapi mudah dilihat dari tindakan tergugat. Misalnya barangkali sulit untuk membuktikan secara langsung bahwa tergugat menggunakan daftar pelanggan penggugat, tetapi hal ini dapat dilihat dari bukti yang menunjukkan tergugat telah memasarkan produknya hanya kepada pelanggan dari daftar tersebut kalau sebelumnya tidak melakukan hal demikian.

   Saksi ahli dapat menjadi penting dalam membuktikan penggunaan informasi tanpa ijin.    Misalnya, kalau diajukan bahwa seorang mantan pegawai telah menggunakan metode pencampuran cat yang dimiliki perusahaan cat, ahli kimia industri dapat member kesaksian bahwa isi kimia atau presentase bauran cat mantan pegawai sama persis dengan perusahaan cat tersebut. Saksi ahli juga dapat membuktikan bahwa sangat tidak mungkin atau mustahil kalau si tergugat dapat mengembangkan konsep atau informasi yang sama tanpa bantuan informasi yang diberikan atau yang diperoleh dari penggugat.[48]

2.  Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif

    Selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan seperti yang disebutkan dalam pasal 12 Undang-Undang Rahasia Dagang memungkinkan adanya penyelesaian melalui non-pengadilan artinya dapat melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Diantaranya dapat diselesaikan melalui arbitrase, konsiliasi, mediasi, med-arb, negosiasi. Cenderung beberapa penyelesaian sengketa alternatif ini tidak jarang menghasilkan sebuah penyelesaian win-win solution karena bisa ditentukan oleh kedua belah pihak bahkan tanpa aturan yang terkadang bersifat kaku. Dan penyelesaian secara alternatif penyelesaian sengketa terkadang merupakan cerminan budaya asli dari sosiologis masyarakat kita yang mana mengedepankan penyelesaian melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

    Berikut penjelasan mengenai Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif penulis member penjelasan di bawah ini :

a. Arbitrase

   Dalam Pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999 disebutkan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.

    Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa melalui “adjudikatif privat”, yang putusannya bersifat final dan mengikat. Arbitrase sekarang diatur diatur UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam ketentuan Pasal 3 UU No. 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Adapun objek pemeriksaan Arbitrase adalah memeriksa sengketa keperdataan, tetapi tidak semua sengketa keperdataan dapat diselesaikan melalui arbitrase, hanya bidang tertentu yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 30 tahun 1999 yaitu :
“sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa”.


    Penjelasannya tidak memberikan apa yang termasuk dalam bidang perdagangan. Jika dihubungkan dengan penjelasan Pasal 66, termasuk dalam ruang lingkup perdagangan adalah kegiatan-kegiatan antara lain bidang :

1.  Perniagaan

2.  Perbankan

3.  Keuangan

4.  Penanaman Modal

5.  Industri dan;

6.  Hak Kekayaan Intelektual

     Selanjutnya Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa :
“Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian”. Dengan menggunakan penafsiran argumentum a contrario, maka kompetensi arbitrase adalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dapat diadakan perdamaian.[49]

     Putusan arbirase umumnya mengikat para pihak. Penaatan terhadapnya dipandang tinggi. Biasanya putusannya bersifat final dan mengikat.[50]  Itu karena arbitrase dilaksanakan antara para pihak sendiri atas kesadaran akan penyelesaian sengketa. Putusan arbitrase merupakan suatu putusan yang diberikan oleh arbitrase ad-hoc maupun lembaga arbitrase atas suatu perbedaan pendapat, perselisihan paham maupun persengketaan mengenai suatu pokok persoalan yang lahir dari suatu perjanjian dasar (yang memuat klausula arbitrase) yang diajukan pada arbitrase ad-hoc, maupun lembaga arbitrase untuk diputuskan olehnya.[51]

b.  Mediasi

     Pada prinsipnya mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non intervensi) dan tidak berpihak (impartial) serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Pihak ketiga tersebut disebut mediator atau penengah yang tugasnya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya, tetapi tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator , tetapi di tangan para pihak yang bersengketa.[52] Berkenaan dengan tempat mediasi, para pihak dapat menentukan sendiri dan memilih di mana mereka hendak diselenggarakannya mediasi ini. Mediasi dapat diselenggarakan di manapun di dunia.[53]

c. Med-Arb

     Med-Arb merupakan bentuk kombinasi penyelesaian sengketa antara mediasi dan arbitrase atau merupakan proses penyelesaian sengketa campuran yang dilakukan setelah proses mediasi tidak berhasil. Jika para pihak tidak mencapai kesepakatan secara mediasi, mereka dapat melanjutkan pada proses penyelesaian sengketa melalui prosedur arbitrase.
Caranya sebelum sengketa diajukan kepada arbitrator, terlebih dahulu diajukan kepada mediator. Mediator membantu para pihak untuk melakukan perundingan guna mencapai penyelesaian. Jika tidak mencapai kesepakatan, maka mediator memberikan pendapat agar penyelesaian sengketa tersebut diajukan kepada arbitrator. Yang dapat bertindak sebagai arbitrator bisa mediator yang bersangkutan atau orang lain.[54]

d. Negosiasi

     Negosiasi merupakan komunikasi 2 arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga  penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi maupun yang berwenang (arbitrase dan litigasi).

Cara ini sesungguhnya adalah penyelesaian sengketa yang cukup mudah dan efisien. Masing-masing pihak menunjuk juru runding yang sering disebut dengan “negisiator”. Hasil kesepakatan juri runding dituangkan secara tertulis. Sedikit Berbeda dengan mediasi, di sini para pihak/juri runding berhadapan satu sama lain, tanpa ada seorang penengah.[55]

e. Konsiliasi

   Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Namun, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian dari konsiliasi. Akan tetapi, rumusan itu dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 10 dan alinea 9 Penjelasan Umum, yakni konsiliasi merupakan satu lembaga alternative dalam penyelesaian sengketa.

   Dengan demikian, konsiliasi merukpakan proses penyelesaian sengketa alternative dan melibatkan pihak ketiga yang diikutsertakan untuk menyelesaikan sengketa. Konsiliator dalam proses konsiliasi harus memiliki peran yang cukup berarti. Oleh karena itu, konsiliator berkewajiban untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya mengenai duduk persoalannya.

   Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa.  Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat putusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di antara mereka.[56]

Sumber : 

0 komentar: